Selasa, 09 Desember 2008

Cara Abu Nawas Merayu Tuhan

Tak selamanya Abu Nawas bersikap konyol. Kadan-kadang timbul pedalaman batinnya yang merupakan bukti kesufian dirinya. Bila sedang dalam kesempatan mengajar, dia akan memberikan jawaban-jawaban yang berbobot sekalipun tetap ia sampaikan dengan ringan.
Seorang murid Abu Nawas ada yang sering mengajukan macam-macam pertanyaan. Tak jarang ia juga mengomentari ucapan-ucapan Abu Nawas jika sedang memperbincangkan sesuatu. ini terjadi saat Abu Nawas menerima tiga orang tamu yang mengajukan pertanyaan padanya.
"Manakah yang lebih utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil?"Ujar orang yang pertama.
"Orang yang mengerjakan dosa kecil,"Jawab Abu Nawas."
"Mengapa begitu?"Kata orang pertama lagi.
"Sebab dosa kecil lebih mudah diampuni oleh Allah,"Ujar Abu Nawas.
Orang pertama manggut-manggut sangat puas dengan jawaba Abu Nawas.
Giliran orag kedua maju. ia ternyata mengajukan pertanyaan yang sama,"Manakah yang lebih utama orang-orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil?"Tanyanya.
"Yang utama adalah orang yangtidak mengerjakan keduanya,"ujar Abu Nawas.
"Mengapa demikian?"Tanya orang kedua lagi.
"Dengan tidak mengerjakan keduanya, tentu pengampunan Allah sudah tidak diperlukan lagi,"Ujar Abu Nawas santai. Orang keduanya inipun manggut-manggut menerima jawaban Abu Nawas dalam hatinya.
Dan orang ketigapun maju, pertanyaannya juga 100% sama."Manakah yang lebih utama orang -orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil?"Tanyannya.
"Orang yang mengerjakan dosa besar lebih utama,"Ujar Abu Nawas.
"Mengapa bisa begitu?"Tanya oranh ketiga lagi.
"Sebab pengampunan Allah kepada hamba-Nya sebanding dengan besarnya dosa hamba itu,"Ujar Abu Nawas kalem. Orang ketigapun merasa puas menerima argumen tersebut. ketiga oarang itu lalu beranjak pergi.
Si murid yang suka bertanya kontan berujar melihat kejadian,"Mengapa pertanyaan
yang sama bisa menghasilkan 3 jawaban yang berbeda?"Katanya tak mengerti.
Abu Nawas tersenyum."Manusia terbgi atas tiga tingkatan. Tingkatan mata, tingkatan otak dan tingkatan hati,"Jawab Abu Nawas.
"Apakah tingkatan mata itu?"Tanya si murid.
"Seorang anak kecil yang melihat bintang di langit. Ia menyebut bintang itu kecil karena itulah yang tampak dimatanya,"Jawab Abu Nawas memberi perupamaan.
"Lalu apakah tingkatan otak itu?"Tanya si murid lagi.
"Orang pandai yang melihat bintang dilangit. Ia mengatakan bintang itu besar karena ia memilik pengetahuan,"Jawab Abu Nawas.
"Dan apakah tingkatan hati itu?"Tanya si murid lagi.
"Orang pandai dan paham yang melihat bintang di langit. Ia tetap mengatakan bintang itu kecil sekalipun ia tahu sebenarnya bintang itu besar sebab baginya tak ada satupun di dunia yang lebih besar dari Allah swt."Jawab Abu Nawas Sambil tersenyum.
Si murid pun mafhun. Ia mengerti mengapa satu pertanyaan bisa mendatangkan jawaban berbeda-beda. Tapi si murid bertanya lagi.
"Wahai guruku, mungkinkah manusia menipu Tuha?"tanyanya.
"Mungkin,"jawab Abu Nawas santai menerima pertanyaan aneh itu.
"Bagaimana caranya?"tanya si murid lagi.
"Manusia bisa"menipu"Tuhan dengan merayu-Nya melalui pujian dan doa,"ujar Abu Nawas.
"Kalau begitu ajarilah aku doa itu, wahai guruku,"ujar si murid antusias."
"Doa itu adalah, ilahi lastu lil firdausi ahla, wala aqwa alan nariijahimi, fahabli taubatan waghfir dzunubi,fa innaka ghafirus dzanbil adzhimi.(wahai Tuhanku, aku ini tidak pantas menjadi penghuni surga, tapi aku tidak mampu menahan panasnya api neraka. Sebab itulah terimalah taubatku dan ampunilah segala dosa-dosaku, sesungguhnya Kau-lah zat yang mengampuni dosa-dosa besar.)"
Banyak sudah orang mengamalkan doa yang menipu Tuhan ini.

Tidak ada komentar: